Namun, kompleksitas manusia ini semakin termanifestasikan pada populernya social media (socmed). Nah, pada socmed inilah hasrat kita yang paling tersembunyi sekalipun, dapat dipaparkan ke seluruh dunia, bahkan tanpa orang lain mengetahui identitas kita. Bagaimanakah itu? Mari kita simak.
Socmed dan Hiper-realitas
Pada bulan juli 1993, kartunis Peter Steiner membuat suatu karikatur di The New Yorker, yang memuat dua ekor anjing sedang berbicara satu sama lain di depan sebuah terminal komputer. Caption pada karikatur tersebut adalah 'On the Internet, Nobody knows you're a dog'.
Adagium ini menunjukkan bahwa identitas seorang netter dapat saja ditutupi ketika sedang online, yang dapat saja memiliki kepribadian ganda di dunia maya. Walaupun adagium ini masih berlaku di era socmed, namun perlahan-lahan mulai gugur.
Bahkan, secara satir, adagium ini dibalik menjadi 'On the Internet, Everybody knows you're a dog'. Mengapa demikian? Tidak lain karena informasi sesedikit apapun yang kita posting di socmed, itu sudah lebih dari cukup untuk mengetahui diri kita seperti apa.
Teori '6 degrees of separation' menjabarkan bahwa pada socmed kita dapat melacak identitas seseorang, dengan mengetahui siapa saja teman-temannya. Pada akhirnya, menyitir filusuf Prancis Jean Baudrillard yang sering dikutip Yasraf Amir Pilliang, socmed telah menjadi 'hiper-realitas', dimana antara kenyataan dan khayalan lebur ke dalamnya.
Film Socmed: Republik Twitter
Fenomena di atas agaknya ditangkap oleh Kuntz Agus, sutradara Republik Twitter yang akan tayang pertengahan Februari 2012. Sesuai judulnya, film ini membahas fenomena interaksi sosial di Twitterland. Sinopsisnya kira-kira sebagai berikut:
Di Twitter, Sukmo adalah seorang cowok yang asik, cerdas dan penuh kepercayaan diri. Dia tampak ganteng di timeline Twitter, membuat Sukmo mudah berkenalan dengan siapa saja, termasuk Hanum seorang wartawati cantik dan mapan. Hubungan keduanya yang semakin dekat, membuat Sukmo yang tinggal di Jogja memutuskan untuk menemui Hanum demi sebuah komitmen ke Jakarta.
Menunda pertemuannya dengan Hanum, Sukmo bertekad mengubah dirinya menjadi 'cowok' Jakarta. Bekerja di warnet milik Belo yang disebutnya sebagai kantor konsultan komunikasi, Sukmo berusaha menjadi laki-laki yang dipikirnya pantas mendampingi Hanum.
Film ini akan sangat menarik, sebab akan 'memotret' fenomena keseharian orang berkepribadian ganda di socmed.
Kepercayaan Dibangun Berdasarkan realita, Bukan Hiper-realitas
Dalam socmed, dapat saja ditemukan pemilik akun berkepribadian ganda. Bisa jadi, sang pemilik akun sangat kritis atau outspoken dalam menghadapi suatu isu, namun begitu kopdar di dunia nyata, lebih banyak diam atau introvert. Bisa juga kasus yang dijumpai adalah kebalikannya.
Cukup banyak fakta mengenai hal ini, di mana orang yang kita kenal di Twitter memiliki kepribadian bertolak belakang dengan di dunia nyata. Katakan saja ini suatu fenomena kepribadian ganda, yang tidak selalu berkonotasi negatif. Sebab manusia butuh semacam 'pelarian' dari kesehariannya.
Jika di dunia nyata ia tak mampu terlalu ekspresif dan bebas beropini, maka tak salah jika ia melakukannya di dunia maya, dalam hal ini Twitter. Akan menjadi negatif saat ia melakukan atas dasar motivasi untuk menipu atau memperdaya teman-teman di dunia maya. Film Republik Twitter mengetengahkan fakta tersebut secara gamblang, seorang pemuda yang mengecoh gadis idamannya.
Bagaimana dengan keseharian di Twitterland? Cukup banyak orang yang berlaku seperti Sukmo. Tebar pesona dengan tweet-tweet mempesona, memasang avatar tak kalah menggiurkan para followernya. Padahal di keseharian, bisa jadi ia berkepribadian introvert, pemalu, dengan penampilan fisik sederhana saja. Hal yang sama berlaku juga untuk kondisi kebalikannya.
Apakah pengecohan identitas maupun kepribadian ini ada yang disalahgunakan? Seperti disebut sekilas tadi, ada saja pihak-pihak yang menyalahgunakan kebebasan 'berkepribadian ganda' di socmed.
Ada yang memiliki modus operandi untuk menipu, demi keuntungan materi, menyebarkan isu-isu heboh tapi menyesatkan, dengan beragam tujuan dan kepentingan. Masih ingat kontroversi 'dokter' sukarelawan wanita yang mengaku tertembak di Somalia, namun muncul isu miring bahwa berita itu hanya karangan belaka?
Atau ada juga sejumlah pihak yang mengaku dirugikan secara materi oleh user Twitter tertentu yang dirasa mengecoh baik secara identitas maupun kepribadian.
Oleh karena itu, jangan mudah percaya sama identitas di Twitter, kenali dan selidiki dulu siapa teman-temannya, dan dari situ bisa dapat referensi.
Ingat selalu konsep '6 degree separation', bahwa setiap orang terhubung dengan setidaknya enam orang. Artinya, sesungguhnya untuk mengecek kesahihan suatu identitas atau kepribadian, bisa dilakukan pengecekan ke teman-teman kita sendiri atau teman-teman yang terhubung dengannya.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar