Gadis malang ini bernama Ammaria Johnson, murid kelas 1 di Chesterfield Schools, Virginia. Ia sedang bermain di sekolahnya pada Senin (2/1), ketika tiba-tiba ia berlari sambil menangis ke arah seorang guru. Ammaria mengatakan dia telah memakan sesuatu, dan lehernya terasa sakit karena susah bernafas.
Awalnya ia dibawa ke unit kesehatan sekolah, kemudian pihak sekolah menelepon paramedis. Ternyata klinik itu tidak punya obat untuk mengobati reaksi alergi Ammaria. Pihak klinik menelepon 911. Tak lama kemudian, denyut jantung Ammaria berhenti dan ia dinyatakan tewas.
Penyebab kematian bocah berusia 7 tahun ini belum diketahui. Namun alergi kacang yang ia derita diduga menjadi biang keladinya.
Menurut Laura Pendelton, ibu Ammaria, sejak awal masuk ia telah memberi tahu pihak sekolah bahwa anaknya menderita alergi parah. Ia membawa obat-obatan yang dapat mengobati alergi seperti Benadryl dan EpiPen, serta Albuterol untuk asma. Namun saat itu pihak sekolah menyuruh Laura membawa pulang obat tersebut karena di sana sudah ada perlengkapan untuk menanggulangi kejadian darurat.
Pihak sekolah yang diwakili Shawn Smith tidak berkomentar apa-apa terhadap kasus ini. Namun ia mengirimkan pernyataan kepada HLN yang intinya, orang tua harus memberitahu pihak sekolah mengenai kebutuhan khusus si anak dan menyediakan perlengkapan yang sesuai.
Menurut USA Today, alergi makanan di Amerika Serikat adalah fenomena yang terus berkembang. Jumlah anak yang menderita alergi bertambah 18% dari tahun 1997 hingga 2007. Per April 2011, ada 8% anak yang menderita alergi.
Di Amerika Serikat, setiap tahun 150 orang dari semua lapisan umur meninggal akibat alergi makanan. Penyebabnya didominasi oleh alergi kacang-kacangan (80-90%).
Menurut Robert Wood, spesialis alergi anak di John Hopkins Children's Center Baltimore, kematian akibat alergi makanan dapat dicegah. Anak-anak yang tewas akibat alergi makanan memiliki kesamaan: menderita asma, alergi kacang, dan terlambat mendapat suntikan epinephrine yang dapat menghentikan reaksi alergi fatal.
Robert menyarankan jangan terlalu mengandalkan kebijakan 'nut free' di beberapa sekolah. Guru atau dokter sekolah harus selalu siap dengan suntikan epinephrine untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar