Pages

Jumat, 06 Januari 2012

Meredam si Kecil yang (Terlalu) Aktif

detail berita

PRANGGG... Tyo melihat ke lantai, sedikit kaget karena pajangan keramik kucing yang barusan dimainkannya jatuh dan pecah. Baru 2 detik, bocah 3 tahun itu cengengesan lalu memanjat sofa dan melompat-lompat di atasnya sambil berteriak kegirangan.
“Tyoooooo... Aduh, ini kenapa lagi?” omelan sang mama terdengar putus asa. Kelakuan si kecil yang tak bisa diam acap membuat orangtua kelabakan. Mungkinkah ia tergolong anak hiperaktif?

ADHD
 
Hiperaktif lebih sering dikenal dengan istilah ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder), yaitu gangguan pemusatan perhatian yang disertai hiperaktivitas.

Menurut Afia Fitriani MPsi, hiperaktivitas adalah suatu peningkatan aktivitas motorik sampai pada tingkatan tertentu yang kemudian menyebabkan gangguan perilaku.

Hal tersebut ditandai dengan gangguan perasaan yang gelisah, seperti tidak dapat duduk dengan tenang, selalu menggerak-gerakkan jari tangan, kaki atau benda yang dipegangnya, dan meninggalkan tempat duduknya pada saat ia seharusnya dapat duduk dengan tenang.

Gejala Hiperaktif

Biasanya gejala ADHD akan sangat terlihat saat anak sudah mulai masuk sekolah atau sudah mulai berjalan. Anak dapat dikatakan memiliki gangguan ADHD jika pada perilaku anak tampak adanya tiga gejala utama, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif.
 
Gejala inatensi atau kurangnya fokus perhatian dapat dilihat dari ketidakmampuan anak dalam memberikan perhatian sepenuhnya terhadap suatu hal. Perhatiannya mudah sekali teralihkan dari suatu hal ke hal lain, disebabkan ia tidak dapat mempertahankan konsentrasi.

Gejala hiperaktif terlihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Sulit sekali baginya untuk bisa duduk dengan tenang. Ia lebih sering terlihat bangkit dari tempat duduknya, berjalan kesana kemari, lari-lari dan bahkan memanjat-manjat. Ia juga cenderung tampak banyak bicara atau sekadar membuat suara berisik.

Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respons. Ia merasa ada dorongan yang mendesak untuk berbicara atau melakukan sesuatu yang tidak dapat ia kendalikan dan harus segera diekspresikan tanpa pertimbangan. Contohnya, anak tidak bisa menunggu giliran bermain, buru-buru menjawab sebelum suatu pertanyaan selesai disampaikan, tidak sabar menunggu orang selesai berbicara, dan sebagainya.

Menegakkan Diagnosis

Sebenarnya secara kasat mata, perilaku yang ditampilkan oleh anak ADHD juga tampak pada anak normal lain. Namun, pada anak ADHD perilaku tersebut lebih sering muncul dan kualitas perilaku lebih berat dibandingkan anak normal lain yang seusia.

Jangan buru-buru menganggap anak hiperaktif hanya karena terlihat tanda-tanda “nakal” atau “pembuat keributan” pada saat tertentu tetapi secara keseluruhan menunjukkan aktivitas normal.
Afia menegaskan bahwa diagnosis hiperaktif (ADHD) dapat diberikan jika tiga gejala tersebut sudah menetap selama minimal enam bulan dan muncul sebelum anak berusia tujuh tahun.

Gejala tersebut juga harus terlihat setidaknya dalam dua situasi atau tempat, misalnya di rumah dan di sekolah.

“Bahkan saat masih bayi, Moms dapat memerhatikan gejalanya seperti bayi yang sangat sensitif terhadap suara dan cahaya, sulit untuk ditenangkan atau digendong, menolak untuk disayang atau dipeluk, marah-marah berlebihan, dan sebagainya,” terang psikolog ramah ini.

Prinsipnya ADHD yang terjadi sebelum usia 7 tahun akan menetap saat usia remaja atau dewasa. Tapi dengan penanganan dini dan tepat, banyak penderita ADHD yang akan mengalami gejala sisa pada usia remaja dan perlahan mulai menghilang saat usia dewasa.
 
Buat Jadwal Harian

Anak hiperaktif memiliki masalah pengendalian diri. Jadi, berikanlah rutinitas yang jelas dan detil, Moms bisa membuatkan jadwal kegiatan sehari-hari untuknya.

Jika dibiasakan, perlahan-lahan ia akan merasa nyaman dengan jadwal tersebut. Saat usianya lebih besar, ia dapat membuat jadwal sendiri sesuai rutinitas yang dijalaninya.

Selain untuk membuatnya nyaman, rutinitas atau perencanaan kegiatan bermanfaat melatih rasa tanggung jawab seiring dengan bertambahnya umur anak.
 
Redam dengan Aktivitas Fisik

Anak dengan ADHD sangat aktif bergerak sehingga kegiatan yang monoton dan tidak banyak menggunakan fisik akan membuat mereka cepat bosan. Berilah aktivitas fisik yang bermanfaat dan cukup menguras tenaga secara teratur seperti olahraga, berenang, bersepeda, berlari atau bermain di taman bermain dan sebagainya.

“Selain kegiatan fisik, perilaku aktifnya dapat diredam juga dari dalam dengan menerapkan diet karbohidrat dan gula. Dari segi kesehatan, unsur tersebut sedikit banyak berpengaruh pada keaktifan fisik si kecil. Misalnya, Moms dapat memberikan jajanan yang tidak manis, buah-buahan, makanan ringan buatan rumah. Kurangi pula konsumsi cokelat, kue yang manis-manis, minuman yang manis dan sebagainya,” saran Afia.

Terapi Warna
 
Untuk di rumah, hindari dekorasi yang dapat mengalihkan perhatian anak seperti warna-warna cerah, benda pajangan, dan sebagainya. Berikan sentuhan warna-warna netral seperti abu-abu, coklat atau krem pada kamar tidur atau beberapa ruangan di rumah. Warna ini cocok untuk anak-anak hiperaktif karena memberikan rasa hangat, nyaman dan santai. (Sumber: Mom & Kiddie)


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More