Pages

Senin, 09 Januari 2012

Moms, Jangan Asal Pilih Dongeng

detail berita
Moms dongengi anak (Foto: Google)

MESKI dongeng dan bercerita adalah cara ampuh mendidik anak usia dini sekaligus mendekatkan hubungan orangtua anak, namun psikolog Budi Setiawan mengingatkan agar orangtua tidak sembarangan menceritakan dongeng kepada anak-anaknya. Pasalnya, ada dongeng-dongeng yang bisa saja tidak sesuai dengan nilai-nilai positif yang ingin ditanamkan orangtua yang bersangkutan.

Budi mencontohkan, dongeng tentang si kancil yang bisa saja malah menanamkan nilai tentang menghalalkan segala cara dan mengorbankan orang lain demi keinginannya. Begitu juga dongeng Si Malin Kundang, anak durhaka.

“Sekilas, Malin Kundang memang terasa mendidik anak agar tidak melawan orangtua. Tapi ini bisa terjadi fatalisme. Anak akan takut mencoba, takut belajar karena kalau sudah salah, dia tidak akan bisa mencoba lagi,” kata psikolog yang mendirikan organisasi sosial Indonesia Bercerita ini.

Karena itulah, Budi menyarankan agar orangtua membaca dan memilah dulu dongeng atau cerita yang ingin dibacakan kepada anak. Cerita juga harus disesuaikan dengan tumbuh kembang anak, agar anak mampu mencerna cerita dengan baik dan akhirnya tertancap di benaknya hingga dewasa nanti.

Untuk bisa memilih cerita yang baik, Budi memiliki perumpamaan sebuah pohon untuk menggambarkan nilai-nilai tersebut, yang juga dijadikannya ukuran dalam menilai cerita-cerita yang dibuat di Indonesia Bercerita. Buah misalnya, diibaratkan sebagai cerita untuk menanamkan nilai-nilai kreativitas, kemauan untuk belajar, dan kemampuan kolaborasi atau kemauan untuk berperan aktif dalam tim sesuai kelebihan yang dimiliki si anak sambil menghargai kelebihan yang dimiliki anak yang lain.

Sementara karakter Daun adalah karakter yang berkaitan dengan hubungan sosial, misalnya menumbuhkan rasa empati, bersikap ramah, penyayang, dan mau berbagi dengan sesama. Karakter Batang-Dahan mengacu pada karakter yang membentuk perilaku anak, yaitu pengelolaan emosi, motivasi diri, kemandirian, dan rendah hati.

Terakhir yaitu Akar atau karakter yang menjadi modal dasar yang melandasi jenis karakter lainnya.
Elemennya terdiri atas penerimaan diri atau menerima kelebihan dan kekurangan diri, berpikir apresiatif (bersyukur dan mengapresiasi atas suatu kondisi), imajinatif, dan punya rasa ingin tahu.

Bayangkan, hanya dengan bercerita, orangtua atau guru bisa menanamkan nilai-nilai ini kepada anak-anak. Jadi, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kekuatan bercerita.



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More