Pages

Jumat, 03 Februari 2012

Tak Ada Negara Bangkrut Karena Menolong Kesehatan Rakyat

img
  Saat ini mayoritas penduduk Indonesia belum memiliki perlindungan asuransi kesehatan yang baik oleh negara. Padahal ahli ekonomi kesehatan menuturkan tidak ada negara yang bakrut karena menolong kesehatan rakyatnya.

"Tidak pernah ada negara yang jadi bangkrut karena menolong kesehatan rakyatnya," ujar Prof dr Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH selaku pakar enokomi kesehatan dalam acara temu media mengenai Penanganan Kanker Menyeluruh di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (3/2/2012).

Prof Hasbullah menuturkan saat ini bagi-bagi uang untuk bensin dan foya-foya bisa dilakukan, tapi masa buat orang sakit mau dibiarkan meninggal. Jadi tidak benar kalau negara tidak sanggup.

"Ya memang bisa jadi pemborosan, tapi kan teman-teman sudah bentuk tim yang bisa saling koreksi agar sistemnya lebih cost efektif. Lagipula yang sakit juga tidak banyak," ujar Prof Hasbullah yang juga Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.

Biaya kesehatan seperti kanker memang tidaklah murah, ditambah dengan biaya perjalanan pasien dan keluarga untuk menemui dokter serta menjalani terapi. Sedangkan mayoritas masyarakat Indonesia tidak memiliki perlindungan keuangan dalam menghadapi risiko penyakit kanker yang bisa menghabiskan ratusan juta rupiah.

"Sakit tidak bisa dicegah 100 persen dan kadang sakit ini tidak bisa diobati sendiri karena bebannya sangat mahal, karenanya lingkungan harus bantu. Terlebih yang sakit tidak banyak, kalau digotong rame-rame dengan gotong royong maka negara enggak akan bangkrut," ungkapnya.

Kalau di Indonesia kanker relevan dengan istilah kantong kering. Karena pengobatan kanker tidak hanya butuh biaya obat saja tetapi juga biaya rumah tangga yang habis selama perawatan, transportasi dan biaya nginap. Hal ini karena rumah sakit kanker cuma ada di kota besar jadi butuh biaya lain-lain juga diluar obat dan rumah sakit.

"Biaya pelayanan kanker kelihatannya besar, tapi kalau punya sistem asuransi yang baik hal itu bisa diatasi karena yang butuh biaya pengobatan ratusan juta tidak banyak," ujar Dr Ronald Hukom, SpPD, KHOM.


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Pages

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More