Kemiskinan merupakan salah satu pemicu kurang gizi, namun sebaliknya gizi yang buruk juga membuat kemiskinan sulit teratasi. Lingkaran setan antara kedua faktor ini mempengaruhi kecerdasan, sehingga otak bisa mengalami bodoh permanen.
Asisten Utusan Khusus Presiden RI untuk Milenium Development Goals (MDGs), Diah Saminarsih mengatakan bahwa pengentasan kemiskinan dan pemenuhan gizi harus dilakukan bersamaan. Memperdebatkan mana yang lebih penting sama saja mempertanyakan mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam.
"Kalau modal otak sudah tidak ada, gizinya sudah buruk, mau ada sumber daya ekonomi sebesar apapun ya memang otaknya tidak sampai. Kalau boleh meminjam kata-kata salah satu pakar kami, goblok permanen," katanya dalam diskusi media di Restoran Kembang Goela Jakarta, Selasa (17/1/2012).
Menurut Diah, pemenuhan gizi yang baik khususnya pada ibu dan anak sangat mendukung pencapaian beberapa target MDGs pada tahun 2015. Di antaranya adalah kemiskinan, penurunan angka kematian ibu dan anak serta pengatasan penyakit-penyakit menular terutama HIV dan malaria.
Gizi yang baik membuat daya tahan tubuh selalu terjaga, sehingga hidup seseorang menjadi lebih produktif. Bagi anak-anak dan remaja, produktivitas yang meningkat bisa meningkatkan prestasi belajar dan bagi orang dewasa bisa meningkatkan taraf ekonominya.
Mengenai angka kematian ibu, Diah mengatakan bahwa Indonesia masih harus bekerja keras untuk mencapai target MDGs. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, angka kematian ibu masih tercatat 228/100 ribu kelahiran hidup sedangkan target yang harus dicapai tahun 2015 adalah 102/100 ribu kelahiran hidup di tahun 2015.
Jawa Barat termasuk wilayah dengan angka kematian ibu yang tertinggi jika dilihat dari jumlah kasusnya karena populasinya memang padat. Namun jika dilihat dari perbandingannya dengan jumlah penduduk, maka wilayah Indonesia timur seperti Papua juga masih tinggi.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar